HIV/AIDS, KESEHATAN REPRODUKSI DAN ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN MASYARAKAT

  • Gunawan Widjaja Universitas Krisnadwipayana, Indonesia
  • Andina Rahmayani Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia
Keywords: Public Health Law, HIV and AIDS, Reproductive Health, Abortion

Abstract

Health is an element of well-being. Public health plays an important role in the formation of human resources, increasing the nation's resilience and competitiveness, as well as national development. In Indonesia, HIV infection is one of the main health problems and one of the infectious diseases that can affect maternal and child mortality. Everyone has the right to have a healthy life so that they can live productively both socially and economically, one of which is reproductive health. In principle, the state prohibits abortion, but on indications of a medical emergency and worsening mental condition due to pregnancy, cases of rape are exceptions to the provisions. The increase in cases of HIV and AIDS in the community is a potential threat to public health that can have a broad and negative impact on the resilience of the nation. In addition, the act of abortion also raises pros and cons because reproductive health is one of the scopes of public health. The purpose of making the theme of this paper is to find out the perspective of public health law on HIV and AIDS, reproductive health, and abortion. The results of this paper are the need for information disclosure, strengthening socialization, awareness and supervision of related parties in HIV and AIDS prevention, reproductive health management, and supervision of abortion.

References

HIV/AIDS, KESEHATAN REPRODUKSI DAN ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN MASYARAKAT

Gunawan Widjaja
Universitas Krisnadwipayana, Indonesia

Andina Rahmayani
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia

Corresponding author email: widjaja_gunawan@yahoo.com


ABSTRACT

Health is an element of well-being. Public health plays an important role in the formation of human resources, increasing the nation's resilience and competitiveness, as well as national development. In Indonesia, HIV infection is one of the main health problems and one of the infectious diseases that can affect maternal and child mortality. Everyone has the right to have a healthy life so that they can live productively both socially and economically, one of which is reproductive health. In principle, the state prohibits abortion, but on indications of a medical emergency and worsening mental condition due to pregnancy, cases of rape are exceptions to the provisions. The increase in cases of HIV and AIDS in the community is a potential threat to public health that can have a broad and negative impact on the resilience of the nation. In addition, the act of abortion also raises pros and cons because reproductive health is one of the scopes of public health. The purpose of making the theme of this paper is to find out the perspective of public health law on HIV and AIDS, reproductive health, and abortion. The results of this paper are the need for information disclosure, strengthening socialization, awareness and supervision of related parties in HIV and AIDS prevention, reproductive health management, and supervision of abortion.

Keywords: Public Health Law, HIV and AIDS, Reproductive Health, Abortion.

ABSTRAK

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan. Kesehatan masyarakat berperan penting bagi pembentukan sumber daya manusia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh hidup sehat sehingga mampu hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomi, salah satunya adalah kesehatan reproduksi. Pada prinsipnya negara melarang tindakan aborsi, namun pada indikasi kedaruratan medis dan perburukan kondisi mental karena kehamilan kasus perkosaan merupakan pengecualian dengan ketentuan. Peningkatan kasus HIV dan AIDS di kalangan masyarakat menjadi ancaman potensial terhadap kesehatan masyarakat yang dapat berdampak luas dan negatif bagi ketahanan bangsa. Selain itu, tindakan aborsi juga menimbulkan pro dan kontra karena kesehatan reproduksi merupakan salah satu ruang lingkup kesehatan masyarakat. Tujuan dari pembuatan tema makalah ini adalah untuk mengetahui perspektif hukum kesehatan masyarakat terhadap HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi, serta aborsi. Hasil dari makalah ini adalah diperlukannya keterbukaan informasi, penguatan sosialisasi, kesadaran dan pengawasan dari pihak-pihak terkait dalam penanggulangan HIV dan AIDS, penanganan kesehatan reproduksi, dan pengawasan terhadap tindakan aborsi.

Kata Kunci: Hukum Kesehatan Masyarakat, HIV dan AIDS, Kesehatan Reproduksi, Aborsi.

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan sesuai cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Dalam upaya mencapai tujuan nasional tersebut, diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan sebagai suatu rangkaian yang menyeluruh, terarah, dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif baik secara sosial maupun ekonomis. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3).
Setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan. Kesehatan masyarakat berperan penting dalam pembentukan sumber daya manusia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Setiap orang mempunyai hak atas kesehatan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 4). Setiap orang juga berkewajiban untuk mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya yang pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat, serta pembangunan berwawasan kesehatan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 9).
Penanggulangan HIV dan AIDS, penanganan kesehatan reproduksi, dan pengawasan terhadap tindakan aborsi merupakan bagian yang harus menjadi perhatian dalam hukum kesehatan masyarakat. Undang-undang sebagai dasar hukum merupakan alat penting dalam upaya perlindungan kesehatan masyarakat. Setiap orang selain mempunyai hak atas kesehatan, juga mempunyai kewajiban dalam mewujudkan, menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat baik dirinya maupun orang lain yang menjadi tanggung jawabnya serta adanya tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Berbagai upaya kesehatan dilakukan dalam rangka menjamin terpenuhinya hak kesehatan seseorang melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, efektif, adil, serta terjangkau. Menurut John Rawls mengenai teori keadilan bahwa apabila terjadi kepatuhan terhadap konstitusi serta hak dan kewajiban konstitusional terintegrasikan dengan berlandaskan kepada nilai-nilai moral, maka keadilan diharapkan dapat tercapai. (Pan Mohamad Faiz, 2009).
Peningkatan kejadian HIV dan AIDS yang bervariasi mulai dari epidemi rendah, epidemi terkonsentrasi, dan epidemi meluas, memerlukan upaya penanggulangan secara terpadu, menyeluruh, dan berkualitas. Infeksi HIV dan AIDS juga berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu dan ibu tersebut dapat menularkan virus kepada anaknya. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan, dan saat menyusui. Sekitar lebih dari 90% kasus anak yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother to Child HIV Transmission (MTCT). (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Lampiran hlm. 5). Setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif, dan terjangkau yang diwujudkan dalam berbagai upaya kesehatan, diantaranya reproduksi dengan bantuan, aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi, upaya kesehatan ibu, dan kehamilan di luar cara alamiah. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Penjelasan hlm. 2).
Infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Selain itu, dalam pelayanan kesehatan reproduksi, isu penting yang menjadi perhatian terutama kesehatan reproduksi pada wanita diantaranya kesehatan ibu, infertilitas, dan aborsi. Aborsi menjadi isu yang penting karena sangat berkaitan dengan aspek etikolegal. Pengaturan mengenai HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi, dan aborsi telah diatur sedemikian rupa dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, namun dilihat dari realitasnya masih ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS, upaya kesehatan reproduksi, dan pengawasan terhadap aborsi. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis mengangkat tema makalah yang berjudul “HIV/AIDS, Kesehatan Reproduksi dan Aborsi dalam Perspektif Hukum Kesehatan Masyarakat”.


METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN
HIV dan AIDS dalam Perspektif Hukum Kesehatan Masyarakat
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang dinamakan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi HIV dimana kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya. (Tjin Willy, 2020). Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), sedangkan AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 1 angka 2 dan 3). Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat lebih dari 40.000 kasus infeksi HIV, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang di Indonesia selama tahun 2016 sedangkan selama rentang waktu Januari sampai dengan Maret 2017 telah tercatat lebih dari 10.000 laporan kasus terinfeksi HIV dengan tidak kurang dari 650 kasus AIDS. (Tjin Willy, 2020).
Terjadinya peningkatan kasus HIV dan AIDS yang bervariasi mulai dari epidemi rendah, epidemi terkonsentrasi, dan epidemi meluas yang meresahkan masyarakat dan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat memerlukan upaya-upaya penanggulangan secara terpadu, menyeluruh, dan berkualitas. Ruang lingkup pengaturan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013. Pengaturan penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk: (Tjin Willy, 2020), Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru; Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS; Meniadakan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA); Meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan Mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.
Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS, yakni sebagai berikut: (Ibid., Pasal 6); Membuat kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif, diagnosis, pengobatan/perawatan, dukungan, dan rehabilitasi; Bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan; Menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional; Mengembangkan sistem informasi; dan Melakukan kerjasama regional dan global dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam penanggulangan HIV dan AIDS, yakni sebagai berikut: (Ibid., Pasal 7 dan 8); Melakukan penyelenggaraan dan koordinasi berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS; Menyelenggarakan dan menetapkan situasi epidemi HIV di tingkat provinsi atau kabupaten/kota sesuai kewenangannya; Menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan dalam melakukan penanggulangan HIV dan AIDS sesuai kemampuan; Menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan, dan evaluasi dengan memanfaatkan sistem informasi.
Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS, meliputi: (Ibid., Pasal 9).
1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi yang diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana, pemberdayaan, kemitraan, dan peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya serta didukung kebijakan publik. Sasaran promosi kesehatan diantaranya pembuat kebijakan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat yang diutamakan pada populasi sasaran dan populasi kunci. Populasi sasaran merupakan populasi yang menjadi sasaran program, sedangkan populasi kunci meliputi pengguna narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (napza) suntik, wanita pekerja seks langsung maupun tidak langsung, pelanggan/pasangan seks wanita pekerja seks, gay, waria, laki pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki, warga binaan lapas/rutan. Promosi kesehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan maupun program promosi kesehatan lainnya. Promosi kesehatan yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan, diutamakan pada pelayanan kesehatan peduli remaja, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, pemeriksaan asuhan antenatal, infeksi menular seksual, rehabilitasi napza, dan tuberkulosis. (Ibid., Pasal 11 ayat (3)
2. Pencegahan Penularan HIV
Pencegahan penularan HIV meliputi upaya: (Ibid., Pasal 12 ayat (2)
a. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan dengan empat kegiatan yang terintegrasi, yakni peningkatan peran pemangku kepentingan, intervensi perubahan perilaku, manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan, dan penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (IMS).
b. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual dimaksudkan untuk mencegah penularan HIV melalui darah dengan cara uji saring darah pendonor, pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh, dan pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik.
c. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya.
Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013. Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi selama masa kehamilan, saat persalinan, dan saat menyusui. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Op. Cit., Pasal 2 ayat (1). Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilakukan melalui empat kegiatan, yakni pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (seksual aktif), pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya, dan pemberian dukungan psikologis dan sosial serta perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya. (Ibid., Pasal 2 ayat (2).
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan dengan paket layanan KIA, Keluarga Berencana (KB), kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV dan AIDS. Kebijakan Program Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak meliputi: (Ibid., Lampiran hlm. 8-9);
1) Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta sebagai bagian dari Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) dan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif.
2) Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak diprioritaskan pada daerah dengan epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, sedangkan upaya pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) dapat dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tanpa melihat tingkat epidemi HIV.
3) Memaksimalkan kesempatan tes HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) bagi perempuan usia reproduksi (seksual aktif), ibu hamil dan pasangannya dengan penyediaan tes diagnosis cepat HIV dan IMS; memperkuat jejaring rujukan layanan HIV dan IMS (termasuk akses pengobatan Antiretroviral (ARV)); dan pengintegrasian kegiatan PPIA ke layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja.
4) Pendekatan intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk peningkatan kapasitas dan pengembangan kebijakan yang mendukung pelaksanaan program.
5) Peran aktif berbagai pihak termasuk mobilisasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengembangan upaya PPIA.

3. Pemeriksaan Diagnosis HIV
Pemeriksaan diagnosis HIV bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV yang dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan, dan rujukan. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui Konseling dan Tes Sukarela atau Konseling dan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan yang harus dilakukan dengan persetujuan pasien, namun dikecualikan dalam hal: (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, Op. Cit., Pasal 22); Penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi; Keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang secara klinis telah menunjukkan gejala yang mengarah kepada AIDS; dan Permintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Konseling dan Tes HIV dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis HIV dan AIDS, mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini.

4. Pengobatan, Perawatan, dan Dukungan
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pengobatan dan perawatan ODHA, apabila fasilitas pelayanan kesehatan tidak mampu memberikan pengobatan dan perawatan maka wajib merujuk ODHA ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu atau ke rumah sakit rujukan ARV. (Ibid., Pasal 30). Pengobatan HIV dimaksudkan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV, sedangkan pengobatan AIDS dimaksudkan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah virus (viral load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV. Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilaksanakan dengan pilihan pendekatan sesuai dengan kebutuhan: (Ibid., Pasal 37 ayat (1); Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan dan Perawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care).
Perawatan rumah berbasis masyarakat merupakan bentuk perawatan yang diberikan kepada orang terinfeksi HIV tanpa infeksi oportunistik, yang memilih perawatan di rumah.

5. Rehabilitasi
Rehabilitasi pada kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan terhadap setiap pola transmisi penularan HIV pada populasi kunci terutama pekerja seks dan pengguna napza suntik yang bertujuan untuk mengembalikan kualitas hidup supaya menjadi produktif secara ekonomis dan sosial melalui rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi pada populasi kunci pekerja seks dilakukan dengan cara pemberdayaan keterampilan kerja dan efikasi diri yang dapat dilakukan oleh sektor sosial baik Pemerintah maupun masyarakat, sedangkan rehabilitasi pada populasi kunci pengguna napza suntik dilakukan dengan cara rawat jalan, rawat inap, dan program pasca rawat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (Ibid., Pasal 38).
Setiap orang dengan HIV dan AIDS berhak memperoleh akses pelayanan kesehatan. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada orang dengan HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Setiap rumah sakit sekurang-kurangnya kelas C mempunyai kewajiban untuk mampu mendiagnosis, melakukan pengobatan dan perawatan ODHA sesuai dengan ketentuan dalam sistem rujukan, sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan primer dan rumah sakit kelas D dapat melakukan diagnosis, pengobatan, dan perawatan ODHA sesuai dengan kemampuan dan sistem rujukan.( Ibid., Pasal 41).
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS memerlukan penguatan sistem kesehatan. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan diantaranya penguatan layanan IMS/kesehatan reproduksi dan pengintegrasian program HIV dan AIDS ke layanan kesehatan yang sudah tersedia, termasuk layanan KIA/KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja. Kementerian Kesehatan menerapkan strategi pengendalian penyakit melalui layanan pencegahan serta pengobatan HIV dan AIDS yang komprehensif dan berkesinambungan (yang disingkat LKB) dengan menerapkan keenam pilar yang dikembangkan di tingkat kabupaten/kota. Keenam pilar tersebut terdiri atas: (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Op. Cit., Lampiran hlm. 37); Koordinasi dan kemitraan dengan semua pemangku kepentingan di setiap lini; Peran aktif komunitas termasuk ODHA dan keluarga; Layanan terintegrasi dan terdesentralisasi sesuai kondisi setempat; Akses layanan terjamin; Sistem rujukan dan jejaring kerja dan Paket layanan HIV komprehensif yang berkesinambungan.
Dalam kebijakan HIV, pendekatan pidana melalui kriminalisasi sangat kontraproduktif dengan tujuan penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS maupun populasi kunci. Kriminalisasi justru akan memberikan stigma dan diskriminasi berlapis bagi orang dengan HIV/AIDS dan populasi kunci yang berarti selain mendapatkan stigma dan diskriminasi karena statusnya sebagai orang dengan HIV/AIDS maupun sebagai pelaku perilaku yang dianggap amoral dari masyarakat, mereka juga harus menerima label “penjahat” yang muncul sebagai konsekuensi dari kriminalisasi. Hal ini tentunya berdampak besar pada akses orang dengan HIV/AIDS dan populasi kunci terhadap penikmatan hak asasi, serta meningkatkan kerentanan populasi kunci pada HIV. (Arinta Dea Dini Singgi dan Naila Rizqi Zakiah, 2017). Rehabilitasi diperlukan untuk mengembalikan kualitas hidup orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) supaya menjadi produktif secara ekonomis dan sosial. Demi tercapainya kesehatan masyarakat, perlunya dukungan dari berbagai pihak dalam upaya menanggulangi HIV dan AIDS.

Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif Hukum Kesehatan Masyarakat
Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah “a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity, in all matters relating to the reproductive system and to its functions and processes”. (World Health Organization, 2020). Hal ini berarti bahwa kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Kesehatan reproduksi juga menggambarkan bahwa setiap orang dapat memiliki kehidupan seks yang aman, memiliki kemampuan untuk bereproduksi yang sehat dan aman, serta kebebasan untuk memutuskan mengenai jumlah, interval, dan waktu untuk memiliki anak secara bebas dan bertanggung jawab serta mendapatkan informasi dan sarana untuk melakukannya. WHO menetapkan strategi kesehatan reproduksi global yaitu mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan seksual; ukuran keluarga yang diinginkan; kesehatan remaja; kesehatan ibu hamil, bayi, dan anak; mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak; mencegah aborsi yang tidak aman; dan menjaga kesehatan reproduksi dari penyakit. (World Health Organization, 2020). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Op. Cit., Pasal 71 ayat (1).
Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, maka diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh/komprehensif, dan berkesinambungan baik dalam bentuk upaya kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Penyelenggaraan upaya kesehatan dalam upaya mewujudkan kesehatan masyarakat, salah satunya dilaksanakan melalui kegiatan kesehatan reproduksi. (Ibid., Pasal 48 ayat (1).
Pengaturan mengenai kesehatan reproduksi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014. Pengaturan kesehatan reproduksi bertujuan untuk: (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Op. Cit., Pasal 3); Menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi setiap orang yang diperoleh melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan; dan Menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Kasus HIV dan AIDS mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat dan memerlukan upaya-upaya penanggulangan secara terpadu, menyeluruh, dan berkualitas. Ruang lingkup pengaturan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Regulasi yang mengatur mengenai penanggulangan HIV dan AIDS tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan perubahannya yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 124 Tahun 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV.
2. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dalam upaya mewujudkan kesehatan masyarakat, salah satunya dilaksanakan melalui kegiatan kesehatan reproduksi. Pengaturan mengenai kesehatan reproduksi tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, dan peraturan-peraturan lain yang berlaku terkait kesehatan reproduksi.
3. Aborsi dari sudut pandang medis yaitu terhentinya kehamilan berupa kematian dan pengeluaran janin dengan usia kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup secara mandiri di luar kandungan. Setiap orang dilarang melakukan aborsi, namun dikecualikan karena dua kondisi yaitu atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku. Regulasi yang mengatur mengenai ketentuan aborsi tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan.

Saran
1. Keterbukaan informasi dan sosialisasi terkait HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi, serta aborsi perlu ditingkatkan dalam upaya penguatan hukum kesehatan masyarakat.
2. Diperlukannya kesadaran dari pihak-pihak terkait dalam penanganan HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi, serta aborsi.
3. Diperlukannya optimalisasi kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS, penanganan kesehatan reproduksi, dan pengawasan terhadap tindakan aborsi. 


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Ekotama, Suryono, dkk, 2001, Abortus Provokatus bagi Korban Perkosaan Perspektif Iktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Terjemahan Abortion menurut Black’s Law Dictionary, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.

Singgi, A., D., D., dan Zakiah, N., R., 2017, Kajian Hukum dan Kebijakan HIV di Indonesia: Sebuah Tinjauan terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya di Enam Kota/ Kabupaten, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Jakarta.

Soesilo, R, 2013, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Cetakan ke-15, Politeia, Bogor.

E-Book
Heryana, Ade, 2019, Pengantar Etika dan Hukum Kesehatan Masyarakat, https://www.researchgate.net/publication/336496442_Pengantar_Etika_Kesehatan_Masyarakat, diakses 8 Desember 2020.
Surahman dan Supardi, S., 2016, Ilmu Kesehatan Masyarakat PKM, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/IKM-PKM-Komprehensif.pdf, diakses 5 Desember 2020.

Jurnal
Faiz, Pan Mohamad, 2009, “Teori Keadilan John Rawls”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 1, 1 April 2009, pp. 135-149, https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2847573, diakses 4 Desember 2020.

Gostin, Lawrence O., 2007, “a Theory and Definition of Public Health Law”, J. Health Care L. & Pol’y, HeinOnline 10, 2007, pp. 1-12, https://scholarship.law.georgetown.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1091&context=facpub, diakses 7 Desember 2020.

Susanti, Yuli, 2012, “Perlindungan Hukum bagi Pelaku Tindak Pidana Aborsi (Abortus Provocatus) Korban Perkosaan”, Syiar Hukum, Vol. XIV, No. 2, September 2012, hlm. 290-311, https://www.neliti.com/publications/25287/perlindungan-hukum-bagi-pelaku-tindak-pidana-aborsi-abortus-provocatus-korban-pe, diakses 14 Desember 2020.

Majalah/Surat Kabar
Chandra, Lilien Eka, 2006, “Tanpa Indikasi Medis Ibu, Aborsi Sama dengan Kriminal”, Lifestyle, Mei 2006.

Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559.

Republik Indonesia, Peraturan Presiden tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 654.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 978.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2014, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1713.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 190.

Internet
Ajiyanto, Ragil, 2018, “Kasus Aborsi di Boyolali, Reni dan Arin Resmi Ditahan”, https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3800954/kasus-aborsi-di-boyolali-reni-dan-arin-resmi-ditahan, diakses 14 Desember 2020.

Berkeley Library University of California, 2020, “What is Public Health?: This is Public Health”, https://guides.lib.berkeley.edu/publichealth/whatisph, diakses 5 Desember 2020.

CNN Indonesia, 2020, “Klinik Aborsi Paseban Digerebek, Dokter Gugurkan 903 Janin”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200214163922-12-474717/klinik-aborsi-paseban-digerebek-dokter-gugurkan-903-janin, diakses 14 Desember 2020.

Eliana dan Sumiati, S., 2020, “Konsep Kesehatan Masyarakat”, https://pediailmu.com/kesehatan/konsep-kesehatan-masyarakat-bab-1-topik-2/, diakses 7 Desember 2020.

Paranadipa, Mahesa, 2014, “Regulasi Aborsi yang Menyandera Etika Profesi”, https://www.kompasiana.com/mahesa98/54f41397745513a02b6c85aa/regulasi-aborsi-yang-menyandera-etika-profesi, diakses 13 Desember 2020.

Willy, Tjin, 2018, “Pengertian HIV dan AIDS”, https://www.alodokter.com/hiv-aids, diakses 8 Desember 2020.

World Health Organization, 2019, “Sexual and Reproductive Health: Engaging Men, Addressing Harmful Masculinities to Improve Sexual and Reproductive Health and Rights”, https://www.who.int/reproductivehealth/addressing-harmful-masculinities/en/, diakses 13 Desember 2020.

______________________, 2020, “Reproductive Health”, https://www.who.int/westernpacific/health-topics/reproductive-health, diakses 13 Desember 2020.

World Health Organization Regional Office for Europe, 2020, “Public Health Services”, https://www.euro.who.int/en/health-topics/Health-systems/public-health-services, diakses 5 Desember 2020.
Published
2021-09-05